Kisah Pertama
Pak Marmuj dan Dua Ekor Anak Singa
Oleh Mardianto
Satu ketika di tengah hutan hiduplah
seekor Mamak Singa yang sudah tua dan dua ekor anaknya yakni Kakak Singa dan Adik
Singa.
Menjelang makan malam Mamak Singa
berkata:
“Mamak ini sudah
tua, tak lama lagi akan mati dan meninggalkan kalian berdua,
emak
berpesan kepada kalian, hiduplah saling membantu, menolong dan ingat dengan
saudara”.
Duduk bersama bertiga semakin merapat, sepertinya
makan malam ini adalah malam terakhir untuk kebersamaan sebuah keluarga kecil.
Mamak Singa memulai dengan diam sejenak, niat mensyukuri nikmat makan malam
dimulai.
Usai makan Mamak Singa melanjutkan
petuahnya seraya berkata:
“Memang
benar kita ini adalah raja, raja segala raja di hutan rimba raya ini. Kita
dapat makan apa saja, kita dapat kemana saja, kita dapat melakukan apapun yang
kita mau.
Tetapi kita harus
waspada kepada satu makhluk yang bernama “manusia”.
Kakak Singa menyela:
“memangnya manusia
itu apa sih kelebihannya mak?”
Mamak Singa menjawab:
Memang
kita punya empat kaki seperti hewan lainnya, bisa lari lebih cepat dari seluruh
hewan, tetapi kita harus ketahui bahwa Manusia hanya punya dua kaki mereka bisa
berdiri, berjalan bahkan berlari”.
Kakak Singa penasaran terus bertanya:
“Hanya
itu mak”.
Mamak Singa sekali lagi menjelaskan:
“Kita
dengan manusia itu sama punya kepala, punya otak untuk berfikir, punya hati
untuk merasa, tetapi bedanya kita hanya mampu berfikir sementara manusia dapat
berfikir, punya fikiran, punya hati merasa dan punya perasaan, kemudian mereka
sekolah tumbuh dan berkembang sehingga dia punya yang kita tidak punya”.
Adik Singa seperti tak sabar bertanya;
“Apa yang mereka
punya itu mak?”
Mamak Singa menjelaskan dengan tegas
“akal”
Susana malam terus berlarut, hening dan
ketiganya tertidur pulas di tengah hutan.
Sampailah di pagi hari Kakak Singa dan Adik
Singa bangun dan bermain sesekali berebut lahan, lalu berteman lagi. Namun mereka
tidak mendapati Mamak Singa, ternyata telah pergi dan mati.
Anak Singa berjalan bersama, sampailah
di simpang Adik Singa ingin kekiri ke lembah mencari makan di batas desa,
sementara Kakak Singa ingin ke kanan arah gunung ingin mencari mangsa.
Terus turun ke lereng sampailah di batas
desa Adik Singa jumpa seorang berbaju putih tak lain tak bukan adalah Pak
Marmuj guru tinggal di pinggir kampung. Tak ada arah angin, tetapi langsung
mengejarnya, dan menyiapkan terkaman terbaik sebagai Singa si raja hutan. Namun
saat hendak menggigit leher manusia, Adik Singa teringat pesan mamaknya bahwa
manusia mempunyai kelebihan.
Adik singa berkata;
“Apakah engkau
manusia?”
Pak Marmuj sambil gemetar pucat pasih berkata:
“Ya saya manusia”
Adik Singa melanjutkan pertanyaan:
“Aku
penasaran dengan pesan mamak kami bahwa kalian manusia memiliki akal apakah itu
benar?”
Pak Marmuj berkata:
“Ya kami memiliki
akal”
Adik Singa berkata:
“Tolong
tunjukkan dulu seperti apa akal manusia itu, baru setelah itu kau manusia
kumakan.”
Pak Marmuj teringat buku Filsafat Umum
yang pernah dibacanya seperti kata Aristoteles: Manusia adalah Hewan yang
Berfikir dan Berakal, lalu pak Marmuj pun semakin berani berkata:
“Sebentar,
kebetulan saya pulang mengajar dari sekolah, jadi akal ku kutinggal di rumah”.
Adik Singa semakin penasaran,
melanjutkan perintah:
“Kalau
begitu ambillah dulu nanti bawa kemari, segera!!”
Ok sepakat, pak Marmuj pun balik kanan,
setelah tiga langkah pak Marmuj pun balik bertanya:
“maaf
Adik Singa, nanti kalau saya ambil akalku ke rumah, kemudian saya datang
kemari, apakah engkau Adik Singa masih disini?”
Keduanya terdiam sejenak, dan pak Marmuj
usul:
“Bagaimana
kalau kau kuikat di pohon ini, agar tidak pergi, dan kita nanti tetap jumpa di
sini?”.
Adik Singa setuju, dan menjawab:
“Ok sepakat
ikatlah saya di pohon kayu ini agar tidak pergi kemana mana.”
Pak Marmuj pun pulang sampai langkah ke
tujuh balik kanan mendatangi Adik Singa.
Pak Marmuj membawa sepotong kayu dan
memukul Adik Singa sampai pingsan,
Pada saat detik terakhir Adik Singa
berfikir, oh… mungkin inilah yang disebut akal manusia. Lalu Adik Singapun
mati.
Kematian Adik Singa menjadi kabar besar
di batas desa, namun angin lembah membawa pesan sampailah kepada Kakak Singa
sebuah berita Adik Singa mati ditangan seorang manusia alias Pak Marmuj. Terdengar
sampai telinga Kakak Singa di gunung, gelisa karena adiknya dibunuh oleh
manusia.
Berhar-hari Kakak Singa tak dapat tidur,
kesemak tak dapat mangsa, ke gunung tak dapat minum, ke hutan ternyata jumpa
manusia Si Pemburu Hewan dengan senapan di Pundak berjalan sendiri
Tidak ada berfikir, langkah seribu
langsung dipakai berburu manusia, mengejar ke semak sampai ke belukar, melompat
ke lembah sampai rantingpun patah, manusia pemburu hutan tak sempat menyiapkan
peluru apalagi menarik pelatuk senapan. Sampailah si Pemburu Hewan tersudut
pelarian diujung jurang.
“Matilah saya, di
depan jurang dalam, di belakang Kakak Singa”.
Gundah Pemburu Hewan.
Tapi apa yang terjadi, semua diam, tidak
ada gerakan, tidak ada kejaran dan berhenti, semua daun yang dilewat seperti
semula, semua semak sudah kembali menjadi belukar, dan lembah pun tak berangin
seperti tak ada kabar.
Pemburu Hewan penasaran dan mencoba
menoleh kebelakang, ternyata masih ada Kakak Singa diam, hanya diam.
Pemburu Hewan mencoba keberuntungan,
bertanya kepada Kakak Singa:
“Hai Kakak Singa
mengapa engkau tidak menerkam saya?”
Kakak Singa diam tak bergeming sambil
menggerakkan dua tangannya.
“Hai Kakak Singa
sudah tiga menit mengapa engkau tidak memakan saya, bila ini terus berlanjut,
dari pada aku mati lebih baik aku lompat ke jurang.
Kakak Singa mulai mengaum, dan berkata:
“Hai
manusia Pemburu Hewan, saya diam sejenak karena masih ingat kata mamak kami,
bahwa sebelum makan berdo`a dulu karena sudah mendapat rezeki”.
Tak lama Kakak Singapun menerkam dan
memakan manusia si Pemburu Hewan.
Habislah riwayat Pemburu Hewan, dan
masih hidup singa di tengah hutan.
Mungkin kedekatan seorang Kakak Singa
dengan Adik Singa adalah ikatan darah yang tak ada tandingannya melebihi apapun
seperti dalam film Aqua Man II untuk alasan keluarga antara Athur Curry dan
adiknya Orm.
Dibalik pohon kayu besar batas desa
terdengar suara kematian Pemburu Hewan, dan pak Marmuj menuliskan kisah ini
untuk seluruh muridnya di kelas.
Tiga hal yang dapat kita ambil hikmah
dari cerita di atas:
Pertama, setiap insan di dunia ini tidak
ada yang paling hebat, karena di atas langit masih ada langit.
Kedua, yang membedakan manusia dengan
tidak manusia adalah akal, maka menggunakan fikiran untuk menjadi diri sendiri
dalam kehidupan itu perlu.
Ketiga. Apapun yang kita lakukan ada
adab yang mengatur dan memberi aturan agar memiliki kebudayaan untuk peradaban.
Ketujuh kita setuju berkolaborasi mengeksplorasi
sejarah, lewat kisah kita bercari ibrah.
Catatan; kisah ini diinspirasi dari
berbagai sumber.